Sigajang Laleng Lipa salah satu
budaya yang ada di Sulawesi selatan “Sigajang Laleng Lipa” memiliki Artinya
Saling Tikam menggunakan badik dalam Satu Sarung. salah satu cara yang dilakukan suku Bugis-Makassar dalam menyelesaikan masalah.
Dua
perwakilan keluarga yang bertikai, menyelesaikan masalah dengan saling tikam di dalam
sebuah sarung. Penyelesaian ini kerap dilakukan jika musyawarah mufakat tidak
menemui titik terang kedua belah pihak.

Suku
Bugis banyak menyebar di seluruh provinsi Indonesia. Bahkan suku bugis banyak
menyebar ke negeri Jiran Malaysia dan Singapura.
Suku
Bugis tergolong ke dalam suku Melayu Deutero. Masuk ke Nusantara setelah
gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata “Bugis”
berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada
raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini,
yaitu La Sattumpugi.
Dalam
perkembangannya, suku bugis membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini
kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka
sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng,
Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang.
Dalam
budaya suku bugis terdapat dua hal yang bisa memberikan gambaran tentang suku
bugis ini, yaitu konsep Ade’, Siri na Passe. Ade’ adalah adat istiadat yang
mesti dijunjung oleh masyarakat bugis, sedangkan Siri (malu) na Passe (rasa
iba) adalah sikap yang tertuang dalam ade’ tersebut.
Siri
memberikan prinsip yang tegas bagi tingkah laku orang bugis. Menurut pepatah
orang bugis, hanya orang yang punya siri yang dianggap sebagai manusia. Naia
tau de’ gaga sirina, de lainna olokolo’e. Siri’ e mitu tariaseng tau, Artinya
(Barang siapa yang tidak punya siri (rasa malu), maka dia bukanlah siapa-siapa,
melainkan hanya seekor binatang.
Makna
“siri” dalam masyarakat bugis sangat begitu berarti sehingga ada sebuah pepatah
bugis yang mengatakan “Siri Paranreng Nyawa Palao”, yang artinya : “Apabila
harga diri telah terkoyak, maka nyawa lah bayarannya”.
Begitu
tinggi makna dari siri ini hingga dalam masyarakat bugis, kehilangan harga diri
seseorang hanya dapat dikembalikan dengan bayaran nyawa oleh si pihak lawan.
Karena,
siri’ na pesse itu merupakan jati diri bagi orang Bugis-Makassar maka jika ada
pihak keluarga saling bertikai hingga tidak menemukan titik temu maka jalan
yang diambil adalah jalan adat yakni ritual sigajang laleng lipa’ (saling tikam
dalam sarung)
seiring dengan kemajuan pendidikan maka ritual semacam ini telah
ditinggalkan oleh masyarakat bugis makassar, Namun kini tradisi Sigajang ini
telah dilestarikan sebagai warisan budaya leluhur Sulawesi Selatan, yang
dipentaskan diatas panggung.
Pementasan
ini di awali dengan aksi bakar diri meski lengan penari dibakar dengan obor
namun para penari tetap terseyum seolah tidak merasakan panas sengatan api,
setelah itu barulah kedua kubu perserta sigajang leleng lipa di beri mantra
oleh seorang bissu (waria suci) dan melakukan pementasan sigajang laleng lipa.
Adapun
Nilai-nilai dari ritual Sigajang Laleng Lipa (duel satu sarung), yang diartikan
sarung sebagai simbol persatuan dan kebersamaan masyarakat Bugis Makassar,
berada dalam satu sarung berarti kita dalam satu habitat bersama.
Jadi
sarung yang mengikat kita bukanlah ikatan serupa rantai yang sifatnya menjerat,
akan tetapi menjadi sebuah ikatan kebersamaan di antara manusia.
Demikan
sedikit pembahasan ” Sigajang Laleng
Lipa ” salah satu budaya yang ada dalam masyarakat Bugis-Makassar.
tulisan diolah dari berbagai sumber.!
Tags:
Budaya
Sul sel yang Kaya budaya